Senin, 18 Juni 2012
Di depan TV
Bahasa Twitternya, #NW : Trans 7 - Opera Van Java . .
Sudah bosan rasanya menonton berita tentang kisruh antar suporter di Indonesia. Tak henti-hentinya para pemain ke - 12 itu mengadakan pertandingan layaknya pemain di Colosseum, Roma. Korban pun berjatuhan, entah itu diantara sang "Pemain Colosseum" atau masyarakat tak tahu apa-apa. Miris rasanya kenapa "Pertandingan Tanpa Perijinan" itu tak pernah sirna dari bumi sang garuda.
Beberapa hari lalu, saat dalam perjalanan ke Diamond Convention Centre untuk melihat pamer kemajuan teknologi "Pameran komputer", lampu merah menyadarkan kepada saya betapa pentingnya seseorang mempunyai pegangan yang kuat saat menonton sepak bola. Suatu pegangan terikat di hati yang mempunyai maksud bahwa perseteruan, persaingan dan perang demi satu bintang di dada itu hanya terjadi dilapangan saja. Kata pepatah, memang tak ada yang tak mungkin didunia ini, tapi sulit rasanya menanamkan jiwa itu disemua suporter Indonesia.
"We Are Rivals, But Not Enemies"
Tulisan itu hanya 24 huruf!
Tak lebih dari 10 kata!
Hanya diucapkan dengan sedikit tenaga!
Namun untuk melakukannya . . .
Memerlukan milyaran huruf,
Membutuhkan jutaan kata,
Menghabiskan waktu beribu kali lebih lama dari mendengarkan dosen bercerita tentang pengalamannya.
Jangan hanya menunggu seseorang menyadarkanmu tentang arti sebuah persaingan di dunia bola, tapi mulailah semua itu dengan kemauanmu . . kemauan kita . . kemauan semua pecinta sepakbola Indonesia demi persatuan suporter garuda.
Suatu saat, para petinggi sepak bola itu malu dengan kita . . Malu karena 200 juta rakyat indonesia bersatu mendukung Tim Nasional Indonesia, bukan hanya mengurusi 2014 saja!!!!!!
"WE ARE RIVALS IN NINETY MINUTES, BUT NOT ENEMIES"