Rabu, 27 November 2013

"Dari Jawa ke Pulau Sono"

Selasa (26/11/2013) pukul 00.53  (Mulai menulis)


Masa transisi usai menyelesaikan pendidikan menuju dunia kerja pasti menjadi hal sulit bagi para pelakunya terutama para wisudawan. Terbiasa hidup dengan jadwal kuliah maupun sekolah yang longgar, kepungan jadwal padat di dunia kerja menghabiskan waktu untuk sekadar istirahat maupun refreshing. 

Satu minggu, dua minggu, satu bulan, empat bulan hingga tahun pertama merupakan waktu yang paling berat merubah pola hidup seperti biasa. Percayalah, sekuat apapun mencoba menikmati masa itu, akan datang pula kebosanan yang membuat mood beraktivitas menjadi menurun. Sepertinya hal itu yang terjadi sekarang-sekarang ini.

Biasa yang namanya anak muda (21 tahun, menjelang 22,red), pengen yang namanya menikmati suasana baru dari hari-hari biasanya.Meski agak ribet mengatur jadwal buat "refreshing", tapi datanglah masa-masa enak itu. (Sebelum ke cerita masih enak).

Sabtu (16/11/2013) siang.

Yang namanya tantangan menuju hari kebebasan pasti selalu menghadang didepannya. Salah satunya saat berada di  Stasiun Jebres Solo untuk pesen tiket kereta ke suatu kota. Kebiasaan apa-apa dilakukan mendadak, dikejutkanlah dengan tiket tiga kereta ekonomi yang sudah amblas sampai seminggu kedepan. Tinggal sisa tiket kereta bisnis yang harus diperjuangkan dengan penuh pengorbanan (Kebodohan diri sendiri aja sebenarnya). 

30 menit, satu jam dan dua jam ngantri pesen tiket adalah hal yang paling berat di Stasiun Jebres Solo. Bukan hanya bersaing dengan para pelancong yang setia traveling menggunakan kereta, ada juga orang yang mau mudik dengan berbagai tingkah konyolnya. Mulai dari nggak mau antri tapi bawelnya minta ampun, belum mandi udah ikut-ikutan antri, sampai sepasang kekasih yang dengan mesranya berdiri didepan loket. Ada nih satu pemudik yang bisa dibilang "nggateli" (persepsi pribadi) dengan kebiasaan-kebiasaan lingkungannya. Bukan sesuatu yang buruk, cuma kalimat yang paling penulis benci.

Pemudik : "Pak beli tiket mau ke Sono harganya berape (Sambil nunjuk arah barat) ? kereta dateng jam berape entar ?," says.
Penjaga loket : "Sononya mana buk? banyak kereta yang mau ke sono (ikut-ikutan nunju barat juga) ? 
Pemudik : "Sono ya Jakarta lah. Mau mana lagi,".
Penjaga loket : "Oh Sono itu Jakarta ?,"...(informasi tiket).

Bukan masalah ibu-ibu yang bisa dibilang ngga mau antri, tapi penggunaan istilah "Sono" menjadi kata yang paling penulis benci dari jutaan kata di Indonesia. Tinggal ngomong Jakarta aja apa susahnya. LUPAKAN!

Balik lagi ke antri tiket, setelah dua jam berlalu, datanglah saat-saat dimana rasa lelah menghinggapi tubuh. Bayang-bayang traveling nan indah mulai dilupakan karena bosen nunggu tiket. Pulanglah dari Stasiun Jebres menuju kantor untuk melanjutkan kerja.Kebetulan ditengah jalan mampir ke Indomaret buat beli satu kaleng Tebs untuk menyegarkan tenggorokan yang kering. 

Kebodohan pun terlihat saat berada di kasir. Ada kertas yang tulisannya, "Silakan pesan tiket kereta segala jurusan dari sini,". (Sebentar mikir, dua jam di Stasiun Jebres adalah kegiatan bodoh yang pernah penulis lakukan). Tanpa mikir lanjutan lagi, langsung pesan tiket jurusan Sono, kereta bisnis Senja Utama seharga Rp 177.500. Kembali memikirkan trevelling indah!

Senin (18/11/2013) sore di Stasiun Balapan Solo.
Rencana berangkat hari Minggu pun akhirnya harus digantikan dengan hari Senin. Tidak perlu panjang lebar, langsunglah naik kereta gerbong 6 Senja Utama. Secara kualitas kereta cukup bagus dengan harga resmi Rp 170.000. Tapi sayang, entah disebut manusiawi atau dasarnya emang agak kebablasan juga, ada dua penumpang yang cukup kencang dalam menyuarakan kemerdekaan tidurnya. Nyaman karena suara gesekan rel dengan roda tidak terlalu kencang, datanglah saat dimana suara lintasan motor cros masuk kereta bisnis. (Ngonggg...ngonggg..ngonggg, saling bersahutan dua penumpang dengan suara kemerdekaan tidurnya). Tiga jam, empat jam, sembilan jam, arena motor cross pun akhirnya terhenti setelah tiba di Stasiun Jatinegara Sono.

Selasa (19/11/2013) pagi. 
Kembali merasakan berisiknya knalpot Bajaj yang jadi ciri Sono.
Setelah ba-bi-bu mencari alamat rumah inisial N, tiba juga disalah satu rumah Jalan H Sidan no 3 RT 06/05, Kampung Pulo, Kelurahan Pinangranti, Kecamatan Makassar, Sono Timur. Langsunglah beristirahat dikamar lantai dua, miliknya inisial J. Empat jam istirahat diatas tempat tidur dengan hiasan full klub Setan Kredit, Manchaster. Agenda pertama di Sono, langsung berangkat menggunakan busway jurusan Semanggi, lanjut ke Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Senayan.

"Percayalah, untuk orang Solo yang menurut saya malas menaiki transportasi umum, beraktivitas menggunakan busway adalah pilihan tersulit. Itu jadi alternatif gara-gara (inisial N) yang katanya mau nganter malah indekost di Depok. Hahaha..ini serius," says.


Senang rasanya bisa kembali ke stadion kebanggaan Indonesia yang menjadi saksi bisu kecopetan tahun 2010 lalu.Masuklah ke dalam tribun media yang menurut penulis terbaik diantara stadion yang pernah penulis datangi seperti Stadion Manahan Solo, Stadion Bumi Kartini Jepara, Stadion Madya Magelang, Stadion Jatidiri Semarang, Stadion Brawijaya Kediri, Stadion Wijaya Kusuma Cilacap, Stadion Satria Purwokerto, Stadion Mandala Krida Jogja terutama Stadion Maguwoharjo yang mengharuskan saya menulis sambil berdiri selama 2 jam. Menyaksikan pertandingan Indonesia melawan Irak dengan suasana sunyi senyap. Kembalilah kemudian ke rumahnya inisial N menggunakan busway jurusan Semanggi-PGC (Salah naik busway), lanjut ojek.


Rabu (20/11/2013) pagi, hari kedua di Sono.
Hari ini sebenarnya jadwal langsung pulang ke Solo. Tapi karena tiket kereta yang lagi habis, kepulangan ditunda satu hari dan itu jadi #realHoliday.

Karena hari Selasa nulis berita sampai pagi hari, akhirnya bangunnya pun jadi Rabu siang hari. Sejujurnya ini cukup merusak agenda yang udah disusun untuk hari rabu. Melewatkan kesempatan untuk nengok keadaan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) yang katanya sudah nggak sebagus dulu. Acara jalan-jalan pun baru dimulai pukul 16.00 WIS (Waktu Indonesia Sono). Lagi-lagi naik busway dari pinang ranti menuju semanggi, berhentilah diatu tempat yang katanya inisial N enak untuk nongkrong (gaul bro). Masuklah muter-muter mall sampai berakhir di foodcourt. 

Kalau dilihat dari suasananya, penulis kira mall di Solo lebih nyaman untuk dikunjungi. Tapi kalau dari segi baju-baju dan makanan yang dijual disitu, saya rasa Solo Paragon Mall jadi seperti Luwes. Di Plaza Semanggi, barang-barang branded yang di Solo terpajang rapi dibalik kaca, disana cuma gantungin biasa bro. Kualitas baju-baju, model, trend jauh lebih bagus. Ya secara gelar Sono adalah ibu kota Indonesia. Jadi nggak terlalu kaget dengan kualitasnya. Setelah makan, beli oleh-oleh, terutama foto-foto, pulanglah menggunakan busway. Kali ini nggak salah jurusan lagi. Langsung Semanggi-Pinangranti, lanjut ojek (Juga).

"Ada untungnya inisial N nggak ada di rumah dan bisa naik busway. Melihat bagaimana orang-orang Sono mengatur waktunya. Pagi dengan aroma wewangian komplit, pulang bisa barengan pakai aroma jeruk, terasi, garam (seperti itulahhhh). Menarik ketika melihat orang mempersilakan orang lanjut usia mempersilakan kursinya ditempati. Saya percaya hal itu sulit terlaksana di transportasi Solo," says.


Kamis (21/11/2013) pagi. 
Saatnya berkemas-kemas untuk mengakhiri liburan singkat di Sono. Eits tapi mampir dulu ke Pusat Grosir Senen (PGS) untuk lihat-lihat koleksi baju disana. Banyak orang Solo bilang, PGC harganya murah dan barangnya komplit. ITU BENAR (Setidaknya untuk koleksi jersey klub-klub luar negeri). Lumayanlah bisa dapet kaos klub besar Brazil, Corinthians home, hitam putih, keren. 

Disaat beli, mungkin tau juga dari bahasa yang "Medok Abesss", penjualnya tanya : Dari jawa ya mas ? 

"Sejujurnya itu pertanyaan yang paling "nggateli" yang pernah ada di muka bumi ini. Mungkin saya tau arti pertanyaan itu. Tapi, hellooooo...Jakarta masih pulau jawa juga," says

(Dalam hati berpikir, mungkin ibu-ibu kemarin yang berada di Stasiun Jebres mengatakan hal yang sebenarnya. Jakarta tidak berada di Pulau Jawa, tapi di Pulau Sono. Pulau dimana keberagaman bersatu dengan berbagai tingkah, polah yang aneh untuk para pendatang. Tapi dsitulah sisi anehnya, kota aneh tapi jadi tujuan orang se Indonesia). HEBAT PULAU SONO!

Lanjutt...
Setelah dari PGC, lanjutlah perjalanan menuju Stasiun Senen Sono, untuk naik kereta ekonomi AC Brantas yang berangkat pulul 16.00 WIS. Busway menuju pemberhentian pertama di Kampung Melayu, next lanjut busway kedua ke Pasar Senen. Disepanjang perjalanan naik busway kebetulan ketemu sama bapak-bapak tentara yang ternyata juga mau naik Brantas. Barenglah akhirnya mulai dari busway, muter-muter pasar senen sampai ke dalam stasiun. Sayang, perbedaan gerbong membuat obrolan ngalor-ngidul harus diakhiri.

Sepanjang perjalanan naik Brantas, lagi-lagi yang namanya orang desa naik transportasi umum, ada-ada saja tingkah lakunya. Mulai dari satu kursi panjang dipakai tidur sendiri, bawa barang bawaan beberapa koper sampai merokok. Ahh, itulah hal yang paling saya benci dalam perjalanan ke Solo. Sudah tau gerbong pakai AC, semua serba tertutup, masih senaknya buang asap dalam gerbong. Kalau istilah di Solo "mlepek-mlepeki".

1,2,3,4,5 jam lancar....walau sempet kereta berhenti terus, akhirnya sampai juga setelah menempuh perjalanan 17 jam!
Mungkin saya akan kembali pada tahun depan, dengan beberapa pembaharuan, Maybee..
Semoga orang yang sudah janji bakal mengantarkan berkeliling tidak lari lagi...hahahahaha *just kidding

Selesai..Kamis (28/11/2013) pagi pukul 01.25 WIB.